Loh.. Lahan Relokasi di Kampung Neglasari Diambil Lagi Pemkab Bandung?

 Ratusan warga di RW 10 dan 11 Kampung Neglasari, Kelurahan Manggahang, Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung resah. Pasalnya, lahan yang sudah mereka tempati puluhan tahun, tiba tiba akan diambi

Loh.. Lahan Relokasi di Kampung Neglasari Diambil Lagi Pemkab Bandung?
ilustrasi
INILAH, Bandung - Ratusan warga di RW 10 dan 11 Kampung Neglasari, Kelurahan Manggahang, Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung resah. Pasalnya, lahan yang sudah mereka tempati puluhan tahun, tiba tiba akan diambil kembali oleh Pemerintah Kabupaten Bandung.
 
Ketua RW 10 Dani Ramdani mengatakan pasca bencana banjir besar yang terjadi di Sindangsari dan Cieunteung Kecamatan Baleendah pada 1986 lalu, ratusan warga direlokasi ke wilayah tersebut. Saat itu wilayah tersebut masih tanah carik milik Desa Manggahang (sebelum berubah menjadi kelurahan).
 
Relokasi pemukiman warga ke tempat tersebut dihdiri oleh Menteri Sosial saat itu yakni Nani Sudarsono. Didampingi Menteri Penerangan Harmoko termasuk Gubernur Jawa Barat waktu itu Aang Kunaefi serta bupati Bandung. 
 
Kini setelah berganti generasi ke generasi, selama 32 tahun tanah relokasi tersebut diklaim oleh Pemkab Bandung. Padahal menurut warga tanah tersebut sudah dihibahkan pemerintah kepada korban bencana banjir pada1986.
 
"Keberadaan kami disini tidak ilegal, tapi berdasarkan janji lisan ibu menteru sosial saat itu. Janji beliau, jika telah lima tahun kami tinggal disini maka jadi hak milik. Banyak saksi-saksinya," kata Dani di Manggahang, Jumat (2/3/2019).
 
Namun memang, kata Dani, para orang tua mereja waktu itu tidak segera mengurus administrasi. Kemudian seiring perubahan status Desa Manggahang menjadi kelurahan, maka ada aturan yang mengatur perubahan hak atas tanah tersebut menjadi tanah milik pemda.
 
"Sekarang jadi masalah yang pelik. Sudah melibatkan pemda kemudian harus dengan cara rislah (tukar guling). Tapi ini masalah harga memberatkan kami. Kalaupun tidak bisa hibah tidak bisa gratis minimal terjangkau oleh warga," ujarnya. 
 
Menurut Dani, dari sekitar 600 rumah di RW 10 dan 11 hampir 95 persen tidak menyetujui rislah tersebut. Selain warga yang berharap kejelasan status tanah hibah yang dulu pernah disebutkan waktu relokasi bencana banjir Cieunteung dan Sindangsari. 
 
Harga tanah pengganti yang harus warga ganti dari proses rislah tersebut juga dianggap terlalu mahal. Banyak warga yang mengeluhkan hal tersebut. 
 
"Kami akan rapat semua para tokoh RT/RW 10 dan 11, tapi jika warga tidak mampu kemungkinan gagal rislah ini. Harga Rp 344.000 per meter persegi belum termasuk pengurusan surat. Terus jika ada pihak ketiga (bank) yang terlibat maka akan ada bunga," katanya.
 
Dani melanjutkan, sejak 2013 warga RW 10 dan 11 diharuskan membayar sewa kontrak tanah sebesar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per kavling per tahun.
 
"Sejak 2013 kami bayar sewa kontrak tanah per tahun. Kami akan terus memperjuangkan hak kami. Kami harap Pemkab Bandung menghibahkan tanah relokasi tersebut. Kami akan melakukan audiensi dengan Gubernur Ridwan Kamil," ujarnya.
 
Menurutnya tindakan ini bukanlah tindakan melawan pemerintah, tapi tindakan menuntut hak masyarakat. Oleh karena itu mereka berharap Ridwan Kamil dapat mengeluarkan kebijakan yang baik hingga dapat menekan kebijakan bupati Bandung.


Editor : inilahkoran