MCK di Pengungsian Terbatas, Korban Banjir Jarang Mandi

INILAH, Bandung - Para pengungsi korban banjir luapan Citatum di Gedung Inkanas Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung mengeluhkan terbatasnya tempat Mandi Cuci Kakus (MCK). 

MCK di Pengungsian Terbatas, Korban Banjir Jarang Mandi
Kondisi para pengungsi korban banjir di Gedung Inkanas Kecamatan Baleendah
INILAH, Bandung - Para pengungsi korban banjir luapan Citatum di Gedung Inkanas Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung mengeluhkan terbatasnya tempat Mandi Cuci Kakus (MCK). 
 
Di pengungsian hanya terdapat dua MCK, sedangkan jumlah pengungsi sebanyak 75 KK dengan lebih dari 200 jiwa. "Sebenarnya ada dua WC portable diluar gedung, cuma enggak berfungsi karena airnya enggak ada. Padahal kalau berfungsi pasti sangat membantu kami yang ada dipengungsian,"kata salah seorang pengungsu, Paing (65), Rabu (14/11).
 
Paing mengatakan, karena MCK terbatas, sehingga ia dan lainnya jarang mandi. Karena jika berlama lama di dalam MCK, pastinya membuat orang lain menunggu lebih lama. 
 
Kalau ingin mandi dengan tenang ia harus menumpang di kamar mandi rumah warga disekitar pengungsian yang ikhlas memberi tumpangan.
 
"Selain numpang di rumah warga, kalau ingin mandi atau kakus biasanya kami juga numpang ke mesjid yang ada di depan,"ujarnya. 
 
Paing melanjutkan, sebenarnya para pengungsi ini telah meminta agar dua WC portable tersebut difungsikan. Namun sayangnya, hingga saat ini belum juga difungsikan. Padahal keberadaan dua WC portable akan sangat membantu mereka. "Untuk mengalirkan air ke dalam itu kan pakai mesin air, tapi listrik dan lampunya juga enggak ada,"ucapnya.
 
Disinggung mengenai kebutuhan makan minum, Paing mengatakan, bantuan dari pemerintah memang ada. Namun jumlahnya tak mencukupi, biasanya per Kepala Keluarga (KK) per harinya hanya diberi jatah tiga cangkir beras dan empat bungkus mih instan. Otomatis jika mereka ingin mencukupi kebutuhannya secara maksimal harus membeli dari luar.
 
"Yah kalau yang punya uang beli sendiri diluar. Kalau yang enggak ada uang seperti saya mah terpaksa seadanya saja. Yang paling kasihan kan anak anak balita, kebutugan makanan dan lainnya kadang tak terperhatikan,"kata Paing.
 
Paing melanjutkan, karena banjir kembali merendam rumah mereka dan harus tinggal dipengungsian. Hal ini mengganggu pekerjaan mereka. Sehingga banyak warga yang tak bisa bekerja. Kalaupun bekerja, produktivitaspun menurun.
 
"Kadang yang punya pekerjaan juga memilih enggak masuk. Yah mau kerja bagaimana kalau pikiran kita kalut. Jangankan saat tinggal dipengungsian, sebelum banjir saja hati kami enggak pernah tenang kalau hujan deras tiba,"keluhnya. 
 


Editor : inilahkoran