Naik Pitam, Ketua Majelis Hakim ke Sunjaya: 'Ini Bukan Warung Kopi'

Ketua Majelis Hakim Fuad Muhammadi yang memimpin sidang kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kabupaten Cirebon naik pitam. Jawaban Bupati Cirebon nonaktif, Sunjaya berbelit-belit bahkan bohong. 

Naik Pitam, Ketua Majelis Hakim ke Sunjaya: 'Ini Bukan Warung Kopi'
Bupati Cirebon nonaktif, Sunjaya
INILAH, Bandung- Ketua Majelis Hakim Fuad Muhammadi yang memimpin sidang kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kabupaten Cirebon naik pitam. Jawaban Bupati Cirebon nonaktif, Sunjaya berbelit-belit bahkan bohong. 
 
Fuad Muhammadi yang mendengarkan jawaban Sunjaya saat menjadi saksi untuk terdakwa Gatot Rachmanto Sekdis PUPR Kabupaten Bekasi, mengaku tidak habis pikir dengan semua jawaban Sunjaya. 
 
Dia lantas menyebutkan soal disiplin TNI dan sapta marga TNI yang berani mati, jujur dan disiplin. Apalagi terdakwa merupakan purnawirawan TNI berpangkal kolonel.
 
”Saudara sebagai bupati harus jujur. Saudara kan (pensiunan) TNI, berani mati demi kebenaran. Jangan sembarangan ngomong di sini. Mencla mencle, bohong. Saudara S3, bukan lulusan SD. Masa bupati yang ngomong ajudan yang disalahkan. Jangan sembarangan ngomong di sini, ini majelis terhormat bukan warung kopi sana,” kata Fuad dengan nada tinggi.
 
Majelis pun menyebutkan, jika Sunjaya nantinya bakal menjadi terdakwa, dan saksi yang dihadirkan tidak hanya dirinya. Majelis pun meminta agar Sunjaya berkata jujur dan tidak bohong, karena semua pernyataannya nanti akan dijadikan pertimbangan majelis.
 
Fuad pun kemudian membacakan pernyataan saksi Yayat Ruhiyat mantan Sekda yang juga menjabat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Menurut Ruhiyat, selama saudara memimpin sudah merotasi 21 ASN.
 
Selain itu, Ruhiyat juga menyebutkan jika Sunjaya dalam memilih jabatan tidak melihat tata kinerja, lebih karena kedekatan dan suka atau tidak suka. Menempatkan orang tidak sesuai dengan kompetensinya.
 
”Saudara juga dalam setahun bisa merotasi dua kali seorang kabid, hanya untuk mempromosikannya sebagai camat,” kata Fuad.
 
Namun Sunjaya berkilah jika dirinya hanya mengusulkan saja kepada Baperjakat. Sementara yang menentukan panitia seleksi di Baperjakat. Sunjaya pun tidak menampik saat rapat Baperjakat dirinya hadir hanya sekedar memantau dan keluar lagi.
 
”Saat rapat baperjakat saya hanya buka tutup (memantau} tidak sampai memelih. Hanya mengusulkan saja,” katanya.
 
”Saudara memantau dan hanya mengusulkan saja dan harus dipilih. Itu namanya bukan hanya buka tutup,” kata hakim anggota Rojai.
 
Rojai pun kemudian menyebutkan soal Sunjaya memasang tarif untuk promosi, yakni untuk naik ke eselon 4 para ASN diharuskan membayar Rp 50-Rp 100 juta, dan begitu seterusnya. Bahkan untuk para honorer pun ditarif Rp 60 juta hingga Rp 80 juta, agar nama mereka bisa terdaftar dalam CPNS.
 
Sunjaya berdalih semua itu tidak benar, semua yang dikatakan para saksi terhadapnya tidak benar. Sunjaya tidak tahu menahu soal hal tersebut. Bahkan, dirinya mengaku di Kabupaten Cirebon tidak ada dana bansos, ataupun hibah. Bahkan dana operasional dirinya pun tidak ada, dan semua memakai uang pribadi.
 
” Masa di APBD tidak ada dana buat kemasyarakatan, gak ada bansos atau hibah. Jadi bagaimana saudara mau memberikan sumbangan kepada masyarakat,” ujarnya.
 
Sunjaya berdalih jika masyarakat membutuhkan bantuan harus mengajukan setahun sebelumnya ke bagian kesejahteraan masyarakat (Kesra), baru nanti dibahas dalam APBD berikutnya.
 
“Jadi saudara bilang semua saksi bohong. Anda di OTT KPK juga bohong (tidak benar)? Ya sudah gak apa-apa, nanti saudara jadi terdakwa, nanti banyak saksi juga yang ngomong,” ujarnya.
 
Sidang pun ditunda pekan depan dengan agenda kesaksian. Sementara atas semua ucapan Sunjaya, terdakwa Gatot membantahnya. Dia menyebutkan, saat ditangkap tangan oleh KPK menyerakan uang ke Deni  (ajudan) dirinya terus ditagih via telepon oleh Sunjaya sebelumnya.
 


Editor : inilahkoran